Pembukaan
Oke, semoga kalian mendapatkan sesuatu dari series ini, anyway ini yg ketiga ya. Jadi yg ketinggalan baca yang pertama dan kedua, Hopemity encourage untuk baca bisa balik ke home dan search aja pake keyword “beli rumah”. Nah, di yang ketiga ini masih berdasarkan experience gw pribadi dan apa yang terpikir ketika Hopemity akhirnya memutuskan membeli rumah. Bagian ini akan lebih bercerita soal penentuan prioritas dari sisi Hopemity. Hopemity harap para pembaca bsa melihat benang merah yang kemudian bsa diterapkan atau mungkin membantu kalian lebih ready ketika menghadapi hal yang serupa. Hopemity bersyukur ada orang-orang yang mau gw jadiin “mentor” dalam hal ini, sehingga dalam menjalaninya gw ga merasa sendiri dan bingung dalam waktu yang lama. Tanpa Panjang lebar kita langsung ke isinya ya.

Dari pilihan yang ada, kenapa rumah?
Berawal dari titik Hopemity menyadari bahwa gw udah di usia dan fase yang namanya “young adult” atau dewasa muda, gw sadar pola pikir, kebutuhan, dan permasalahan yang dihadapi udah mengarah ke orang-orang dewasa. Awalnya gw cukup cuek akan hal ini, dan cenderung ya going with the flow aja. Sampai akhirnya gw melihat kehidupan temen-temen gw yang mulai memasuki masa merit dan juga punya anak pertama. Wah, akhirnya gw mulai iseng mencari tahu dan menghitung kira-kira berapa si kebutuhan untuk pasangan muda ini. Jujur kemudian gw temukan, wow biaya nya ga murah ya. Perlahan gw mulai memperbaiki gaya hidup gw. Toh gw masi single juga at that time, jadi gw mulai track semua pengeluaran dan pendapatan gw, lalu gw sadarin dengan menabung sedikit-sedikit ini memang penting tapi ini bukan solusi. Sehingga Hopemity memberanikan untuk masuk ke investasi dan akhirnya coba bisnis sampingan untuk menambah pendapatan. Ini mungkin akan gw bagikan di artikel yang lain. Long story short akhirnya gw bertemu dengan pasangan gw sekarang, dan bersama-sama kita mulai memberanikan untuk bicara hal-hal yang serius. Darisitu lah akhirnya oke gw memutuskan its time to become real adult. Makanya sampe ke konklusi dimulai dari rumah, oke saatnya untuk membeli walaupun uang yang dipunya blm bsa dipake buat lunasin, seengganya bisa untuk memulai dan masih possible untuk dicapai.
Trus pas cari-cari keliling dari Tangerang Selatan, BSD, Alam Sutera, Bekasi, Pantai Indah Kapuk, kita melihat ada pilihan-pilihannya yaitu apartment, ruko, rumah. Dengan concern bahwa memang kita akan beraktivitas di daerah sekitaran Jakarta, jadi 5 tempat itulah yang jadi pilihan. Dibawah ini Hopemity tuliskan pros & cons dari ketiga pilihan jenis property diatas.
Apartment | Harga terjangkau, cicilan ringan | Biaya maintenance tinggi |
Lokasi bermacam dan masih di dekat pusat kota | Karena jumlah yang banyak membuat harga jadi ga atraktif untuk dijual lagi. (tergantung lokasi) | |
Tidak repot urus dokumen | Ada jangka waktu efektif pemakaian. 20-30 tahun. | |
Ruko | Biaya maintenance mirip dengan rumah, cenderung lebih tinggi. | Harga mirip dengan landed house. |
Lokasi di depan perumahan atau dekat jalan utama. | Bising karena bercampur dengan aktivitas masyarakat. | |
Bisa sambil buka bisnis. | Desain tidak menarik. | |
Landed House | Biaya maintenance dihitung berdasarkan luas tanah, lebih murah dibanding apartment. | Pada kelas yang serupa, harga lebih mahal dari apartment. |
Harga tanah terus naik, dan harga landed house atraktif bisa dikategorikan investasi. | Lokasi cenderung jauh dari kota, karena tanah di kota sudah mahal. | |
Tidak ada jangka waktu. | Dokumen harus di cek kelengkapannya dan ada beberapa jadi agak ribet. |
Dari sudut pandang Hopemity, ditemukan beberapa poin diatas yang semoga bisa membantu dalam mengambil keputusan. Karena pilihan apapun yg kita ambil pastinya kita perlu mengetahui apa yang akan dihadapi dalam prosesnya, jadi jangan macam beli kucing dalam karung ya, pastikan research dahulu sebelum membeli. Dari sisi Hopemity akhirnya memutuskan untuk rumah, karena selagi masih beli landed house better punya rumah dibanding apartment, soalnya apartment walaupun statusnya beli tapi ada kesan kontraknya juga karena tanah bukan dimiliki kita tetapi si pendirinya, sedangkan kalo Ruko, karena hopemity mau mencari yang cluster dan lebih tenang untuk ditinggali, dan rumah pun masih bisa dipake bisnis kok (tapi ini harus tanya ke developer juga ya, tiap daerah dan pengembang punya peraturan masing-masing yang memperbolehkan ataupun tidak).

5 hal yang perlu dipertimbangkan
Recap dari yang sebelumnya yaitu ada Lokasi = bicara soal letak huniannya dimana dan bagaimana lingkungan sekitarnya, kedua yaitu Akses = alternative jalan dan public transportation ke lokasi kerjaan/bisnis, lanjut ketiga itu Harga = harga untuk memiliki nya itu berapa dan bagaiman metode pembayaran nya (fleksibel, ngganya), keempat Developer = Pengembang huniannya (apakah terpercaya atau ngga, hati-hati sama investasi bodong ya), lalu terakhir yaitu Waktu = bicara soal berapa lama tempuh untuk ke aktivitas kita sehari-hari (misalkan kerja berarti ke kantor, bisnis bisa ke kantor atau ke letak janjian sama client biasanya dimana) dan juga lama metode pelunasannya.
Kalo Hopemity urutannya yaitu, Lokasi – Akses – Harga – Developer – Waktu. Urutan ini beragam tergantung kebutuhan dan perspektif kalian ya. Paling Hopemity mau share aja gimana si kerangka pemikiran kenaap akhirnya dapet urutan itu, check this out.
Jadi ini semua bermula dari planning Hopemity 10-20 tahun kedepan, wah kenapa jauh banget, soalnya dalam membeli rumah ngga sesimpel kita membeli mobil, yaa at least hunian yang kita beli bisa buat sesuai untuk kebutuhan kita dalam 10-20 tahun kedepan, let’s say pelunasan dengan KPR, itu aja option nya di kurun waktu 5-20 tahun. Dari sisi Hopemity memang sedang mulai membuat usaha sendiri dengan target di 10 tahun ke depan sudah bsa bebas dari hidup korporat, seengganya bisa menghidupkan apa yang gw mau dan bukan hidupin mimpi orang lain aja. Melihat itu BSD jadi pilihan yang paling oke, BSD sendiri masih dalam development phase, memang sekarang masih banyak tanah kosong dan hijau-hijau di sekitaran, tapi kita blm tau 15 tahun lagi ketika 2035 seengganya BSD udah mulai ke fase akhir pembangunannya. Tapi darisitu juga menunjukkan peluang kemajuan yang akan datang, kesempatannya besar dan melihat majority juga millennials yang tinggal disana dan campur lingkungannya sehingga bsa membuat lingkungan yang open-minded and dinamis I hope. Jadi berawal dari planning mau berbisnis dan tinggal di lingkungan yang dinamis. Tapi tapi, bagaimana kalo plan nya go wrong? Ya, misalkan keadaan berkata lain dan masih mengharuskan kita untuk bekerja di Jakarta, disitulah akses jadi poin kedua terpenting, selain toll yang udah tersedia, transportasi umum juga penting, apalagi melihat perkembangan yang semakin baik, dan gw yakin akan terus jadi lebih baik lagi, membuat akses jadi poin penting. Semoga juga MRT cepet sampe BSD. Amin. Ketiga, harga, paling pas memang beli rumah pas udah ketemu pasangan yang sesuai dan punya tujuan yang sama. Soalnya nanti misalkan mau cicil dengan menggunakan metode KPR bisa di joint-account jadi peluang lolosnya lebih besar dengan bunga yang oke. Harga ini jadi poin penting, jangan sampai saking pengen rumahnya jadi ga ada sisa lagi untuk hidup. Jangan ya, soalnya misalkan ambil KPR itu ada syarat untuk lolos dimana nominal cicilan di bawah 30% dari pendapatan yang kita miliki, kalo lebih dari itu kemungkinan besar diminta untuk tambahin nominal DPnya sehingga cicilan bisa dibawah 30%. Kalian mau coba liat itungannya kah? Kalo pada tertarik, comment ya biar nanti Hopemity buatin di beda artikel bahas soal ini.
Jadi, kalo dari gw, dalam proses menentukannya itu gw buat dulu planning 10-20 tahun kedepan, sespesifik mungkin, tapi kalo blm memungkinkan gpp garis besarnya aja, seengganya udah tau apa yang perlu dilakukan disaat ini, karena toh kenyataan ga selalu sesuai sama rencana kita. Tapi bukan berarti kita ga butuh rencana dalam hidup ini, yang udah berencana aja masih suka gagal, apalagi yang ga punya rencana. Eh, yang ga punya rencana dia lebih mudah berhasil soalnya ga ada rencana afterall. Hidup hanya sekali, don’t let it go to waste.
By Failing to prepare, you are preparing to fail.
Benjamin Franklin